BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Untuk mengetahui mengapa kita perlu untuk
mempelajari suatu ilmu, maka kita harus terlebih dahulu mengenal ilmu tersebut.
Supaya kita dapat mengetahui ilmu tersebut, maka kita harus mencari tahu
asal-usul ilmu tersebut, mulai dari pertama kali ilmu tersebut muncul, sejarah
dan perkembangannya, sampai kita mengetahui mengapa kita harus mempelajari ilmu
tersebut dan kegunaannya dalam kehidupan kita.
Dalam makalah ini, kita akan mencari tahu apa
sebenarnya ilmu logika itu? Darimana awal munculnya? Mengapa kita perlu
mempelajari ilmu logika? Apa saja kegunaan ilmu logika dalam kehidupan
sehari-hari? Pertanyaan-pertanyaan seperti yang disebutkan sebelumnya itu akan
dijawab dalam bab pembahasan.
b.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
membahas tentang sejarah perkembangan ilmu logika. Di dalam makalah ini akan
dibahas beberapa periode dari awal munculnya ilmu tersebut sampai pada periode
akhir ditetapkannya ilmu logika itu, juga akan dibahas beberapa kegunaan ilmu
logika dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
- Definisi Logika
Dalam
sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli, yang
secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
The Liang Gie
dalam bukunya Dictionary of Logic
(Kamus Logika) menyebutkan: Logika
adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara
teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).
Menurut
Mundiri dalam bukunya
tersebut
Logika didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran
yang betul dari penalaran yang salah.
Secara
etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos
berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran), kata, atau
ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang
diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai
percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian,
dapatlah dikatakan bahwa logika
adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme
atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu
logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika saja.
Definisi
umumnya logika adalah cabang
filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga
sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar
filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara
filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang
penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu
pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan
yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat
dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran
bentuk sesuai dengan isi.
Logika
sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam
bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga
setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan
karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram
himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan
diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran
tersebut.
Berdasarkan
proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, Logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah
prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan
yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam
logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah
runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak
ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika
deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang
utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika
formal.
2. Perkembangan
Logika
A.
Logika Masa Yunani Kuno
Logika dimulai sejak Thales (624
SM-548 SM), filosofi Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan
cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan
rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah
arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu
Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles kemudian
mengenalkan
logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica
scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air
adalah arkhe alam semesta dengan
alasan bahwa air adalah jiwa segala
sesuatu. Dalam
logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles
disimpulkan dari:
·
Air
adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
·
Air
adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
·
Air
jugalah uap
·
Air
jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari
segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe
alam semesta. Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika
telah mulai dikembangkan.
Pada masa
Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus
meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus
meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan
kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.
Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang
menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangan logika. Istilah logika untuk pertama
kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM
pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M)
dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang
mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Kemudian muncullah zaman
dekadensi logika. Salama ini logika mmengembang karena menyertai perkembangan
pengetahuan dan ilmu yang menyadari betapa berseluk beluknya kegiatan berpikir
yang langkahnya mesti dipertanggungjawabkan. Kini ilmu menjadi dangkal sifatnya
dan sangat sederhana, maka logika juga merosot. Tetapi beberapa karya pantas
mendapat perhatian kita, yakni Eisagogen dari Porphyrios, kemudian komentar-komentar dari Boethius dan Fons
Scientiae (Sumber Ilmu) karya Johannes
Damascenus.
B.
Logika Abad Pertengahan
Pada mulanya hingga tahun
1141, penggarapan logika hanya berkisar pada karya Aristoteles yang berjudul Kategoriai
dan Peri Hermenias. Karya tersebut ditambah dengan karya Phorphyrios
yang bernama Eisagogen dan traktat Boethius yang mencakup masalah
pembagian, masalah metode debat, silogisme kategoris hipotesis, yang biasa
disebut logika lama. Sesudah tahun
1141, keempat karya Aristoteles lainnya dikenal lebih luas dan disebut sebagai logika baru. Logika lama dan logika
baru kemudian disebut logika antik untuk membedakan diri dari logika
terministis atau logika modern, disebut juga logika suposisi yang tumbuh berkat
pengaruh para filosof Arab. Di dalam logika ini di ditunjuk pentingnya
pendalaman tentang suposisi untuk menerangkan kesesatan logis, dan tekanan
terletak pada ciri-ciri term sebagai symbol tata bahasa dari konsep-konsep
seperti yang terdapat di dalam karya Petrus Hispanus, William dari Ockham.
Thomas Aquinas mengusahakan
sistimatisasi dan mengajukan komentar-komentar dalam usaha mengembangkan logika
yang telah ada. Pada abad XIII-XV berkembanglah logika seperti yang sudah
disebutkan di atas, disebut logika modern. Tokohnya adalah Petrus Hispanus, Roger Bacon, W. Okcham, dan Raimon Lullus yang menemukan metode logika baru yang disebut Ars
Magna, yakni semacam Al-jabar pengertian dengan tujuan untuk membuktikan
kebenaran-kebenaran tertinggi.
Abad pertengahan mencatat
berbagai pemikiran yang sangat penting bagi perkembangan logika. Karya Boethius yang orisinal dibidang
silogisme hipotesis, berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang
merupakan salah satu hasil terpenting bagi perkembangan logika di abad
pertengahan. Kemudian dapat dicatat juga teori tentang cirri-ciri term, teori
suposisi yang jika diperdalam ternyata lebih kaya dari semiotika matematika di
zaman ini. Selanjutnya diskusi tentang universalia, munculnya logika hubungan,
penyempurnaan teori silogisme,
penggarapan logika modal, dan lain-lain penyempurnaan terknis.
C.
Logika Dunia Modern
Logika Aristoteles, selain
mengalami perkembangan yang murni, juga dilanjutkan oleh sebagian pemikir,
tetapi dengan tekanan-tekanan yang berbeda. Thomas Hobbes, (1632-1704) dalam karyanya Leviatham (1651)
dan John Locke (1632-1704) dalam
karyanya yang bernama Essay Concerning Human Understanding (1690).
Meskipun mengikuti tradisi Aristoteles,
tetapi dokrin-dokrinya sangat dikuasai paham nominalisme. Pemikiran dipandang
sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda verbal dan mirip operasi-operasi
dalam matematika. Kedua tokoh ini memberikan suatu interpretasi tentang
kedudukan di dalam pengalaman.
Logika Aristoteles yang
rancangan utamanya bersifat deduktif silogistik dan menunjukkan tanda-tanda
induktif berhadapan dengan dua bentuk metode pemikiran lainnya, yakni logika
fisika induktif murni sebagaimana terpapar dalam karya Francis Bacon, Novum Organum (London, 1620) serta
matematika deduktif murni sebagaimana terurai di dalam karya Rene Descartes, Discors
The La Methode (1637).
Metode induktif untuk
menemukan kebenaran, yang direncanakan Francis
Bacon, didasarkan pada pengamatan empiris, analisis data yang diamati,
penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis (kesimpulan sementara), dan
verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan eksperimen lebih lanjut.
D.
Logika Sebagai Cabang
Filsafat
Logika adalah sebuah cabang
filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Logika lahir bersama-sama
dengan lahirnya filsafat di Yunani.
Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya,
filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain
dengan menunjukkan kesesata penalarannya. Logika digunakan untuk
melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi
yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai
cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.
E.
Macam-Macam Logika
1. Logika Alamiah
Logika alamiah adalah kinerja
akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan
logika alamiah manusia ada sejak lahir.
2.
Logika Ilmiah
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran
serta akal budi. Logika
ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam
setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat
bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika
ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
F.
Kegunaan Logika
1. Membantu setiap orang yang mempelajari
logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan
koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara
abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan
kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk
berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan
menghindari kesalahan-kesalahan berpikir,
kekeliruan serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu
kejadian.
7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon (
bahasa Jawa )
8. Apabila sudah mampu berpikir
rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir
pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
G.
Hukum Dasar Logika
Ada empat hukum dasar dalam
logika yang oleh John Stuart Mill
(1806-1873) disebut sebagai postulat-postulat
universal semua penalaran
(universal postulates of all reasonings) dan oleh Friedrich Uberweg (1826-1871) disebut sebagai aksioma inferensi. Tiga dari keempat hukum dasar itu dirumuskan
oleh Aristoteles, sedangkan yang
satu lagi ditambahkan kemudian oleh Gottfried
Wilhelm Leibniz (1646-1716). Keempat hukum dasar itu adalah:
1. Hukum Identitas (Law of Identify) yang menegaskan bahwa sesuatu itu
adalah sama dengan dirinya sendiri (P = P).
2. Hukum Kontradiksi (Law of Contradiction) yang menyatakan bahwa
sesuatu pada waktu yang sama tidak dapat sekaligus memiliki sifat tertentu dan
juga tidak memiliki sifat tertentu itu (tidak mungkin P = Q dan sekaligus P ≠
Q).
3. Hukum Tiada Jalan Tengah (Law of Excluded Middle) yang
mengungkapkan bahwa sesuatu itu pasti memiliki suatu sifat tertentu atau tidak
memiliki sifat tertentu itu dan tidak ada kemungkinan lain (P = Q atau P ≠ Q).
4. Hukum Cukup Alasan (Law of Sufficient Reason) yang menjelaskan
bahwa jika terjadi perubahan pada sesuatu, perubahan itu haruslah berdasarkan
alasan yang cukup. Itu berarti tidak ada perubahan yang terjadi dengan
tiba-tiba tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hukum ini ialah
pelengkap hukum identitas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara
etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos
berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada
penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Logika
dibedakan antara logika deduktif dan
logika induktif.
Sejarah perkembangan logika terjadi dalam tiga masa,
yaitu Masa Yunani kuno, Masa abad pertengahan, dan Masa Dunia Modern. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika
terbagi menjadi dua jenis, yaitu logika alamiah dan logika ilmiah. Hukum dasar logika dibagi
menjadi empat, yaitu hukum identitas, hukum kontradisi, hukum tiada jalan
tengah, dan hukum cukup alasan.
DAFTAR PUSTAKA